Rabu, 01 Mei 2013

From Zero to Hero



            Di sekolah ini, SMA Negeri 104 Jakarta, Lisa menuntut ilmu. Tempat yang  ia pikir akan membuatnya semakin mengerti apa arti hidup yang sebenarnya, karena ia mengerti bahwa tidak sembarangan orang yang dapat memasuki sekolah ini.
            Memang pada kenyataannya tidak mudah menjalani kehidupan di tempat ini. Tak dia sangka, diskriminasi ternyata masih terjadi di lingkungan sekolah ini. Entah apa salahnya, beberapa teman memandangnya sebelah mata. Sherly dan teman-temannya sering membuat ulah padanya. Sudah semenjak SMP mereka seperti itu, dan hingga kini tidak ada rasa bosan di dirinya untuk berbuat ulah pada diri Lisa. Bagi mereka, apa yang Lisa lakukan pasti selalu berantakan. Ya memang, Lisa susah mengontrol apapun yang ia lakukan.
Pada tahun ajaran ini, kebetulan acara yang diadakan oleh sekolah menunjuk Lisa untuk menjadi salah satu anggota panitianya. Dan ternyata Lisa memiliki partner kerjanya, seorang lelaki dari kelas sebelah. Ya, Satria terpilih menjadi partnernya. Dilihat-lihat, Satria orangnya baik, pintar, bertanggungjawab, dan yang pasti seperti apa yang teman-teman katakan jika dia tampan.
            “Lis! Lis! Kamu kenapa?” ucapnya sambil melambaikan tangannya di depan kedua mata Lisa.
            “Astaga! Aku kenapa? Aku belum kenal dia, hanya sebatas teman saja” suara hati Lisa kembali berkata. Sambil menyadarkan pikirannya, ia tampar pelan pipinya itu.
            Tugas pertama mereka adalah membuat surat-surat untuk keperluan acara sekolah. Lisa pernah mendengar Satria memang sering dipilih menjadi panitia di acara-acara SMP-nya dulu, sehingga ia mengajari Lisa langkah apa saja yang harus Lisa lakukan kini.
            “Oke, ini aku dapat beberapa pekerjaan yang harus kita lakukan. Pertama, aku akan mengerjakan tugas-tugas awal ini agar kau nanti dapat mengerti apa yang harus kau lakukan”, dengan sabarnya Satria mengajari Lisa. Lisa hanya bisa mengangguk pelan. “Semangat, Lis!” ucapnya sambil menggenggam tangannya di hadapan Lisa.
            Tak hanya di dunia maya, informasi akan cepat beredar, di sekolah ini pun segala informasi cepat beredar. Salah satunya berita bahwa Lisa dan Satria berpartner dalam kepanitiaan acara sekolah tahun ini. Satu sekolah pasti tahu bahwa Satria memang anak yang pintar apalagi parasnya yang memang menunjang kepopulerannya di sekolah ini. Tak salah bila banyak yang mengaguminya, terutama wanita-wanita yang satu angkatan dengan Lisa, bahkan kakak kelas pun ada yang mengaguminya.
            Semenjak informasi itu beredar, Lisa merasa tak nyaman ketika beberapa teman wanita yang memandangnya sebelah mata. Mereka tak mengucapkan apapun kecuali berbisik sesuatu ke teman wanita sebelahnya ketika sedang menatapnya. Pernah sekali Lisa tidak sengaja mendengar salah satu isi perbincangan mereka. “Ih, Lisa mah genit sama Satria. Dia kesengan tuh partner-an sama Satria. Belum tahu aja rasanya kalo aku ngelakuin sesuatu ke dia. Lihat aja ntar.”

*****

            Hampir 2 minggu Lisa dan Satria mengerjakan tugas untuk acara sekolah mereka. Lisa memang tidak banyak membantu Satria, tapi setidaknya Lisa sudah berbuat baik pada Satria. Kini giliran Lisa untuk sepenuhnya bekerja setelah melihat hasil pekerjaan Satria yang cukup bagus.
            “Kau tahu kan apa yang harus kau lakukan?” terukir senyum tipis di akhir kalimat tersebut. Ini memang pertama kalinya Lisa menjadi panitia acara sekolah seperti ini. Rasa was-was pastinya selalu mengelilinginya karena Lisa takut jika hasilnya nanti tidak sebagus apa yang ia dan orang lain harapkan. Lisa telah dipercayakan oleh banyak orang untuk menjalani ini. Tapi pengalamannya memang sedikit untuk menjadi panitia di acara seperti ini.
            “Sat, gimana hasil kerjaku? Maaf ya, nggak rapi. Ya kan nggak kayak kamu yang udah punya banyak pengalaman ginian. Nggak kayak aku” tanya Lisa pada Satria sambil menunjukkan hasil kerjanya di layar laptop.
            “Hmm….. lumayan bagus kok, tapi ada beberapa yang harus diedit sih. Aku yakin kok kamu bisa” kepercayaan yang diberikan oleh Satria benar-benar bisa membuat Lisa semangat dalam sekejap.
            “Oh iya, aku dapet info dari ketua, katanya ini harus selesai besok. Tolong ini kamu revisi semuanya ya. Aku percaya kok kamu bisa, sekalian buat belajar kamunya. Nanti aku copy datanya ke flashdiskmu.” Pinta Satria pada Lisa.
            “Oke, akan kucoba semampuku. Lagian kamu juga udah bawain contoh hasil yang bener.” Semangat Lisa kini kembali berkobar setelah mendapat umpan semangat dari Satria.

*****

            Malam harinya, Lisa rela lembur di depan laptop untuk menyelesaikan tugasnya. Tumpukan kertas dan sebuah laptop menemaninya di atas tempat tidur.
            Jam di dinding sudah menunjukkan pukul 23:05, tugasnya sudah selesai. Ia tahu bahwa dirinya memang ceroboh, maka dari itu ia menyimpan data hasil kerjanya di flashdisk dan dimasukkan ke dalam tas bagian depan.
           
*****

            “Kalian tahu kan kalau Lisa itu nggak punya pengalaman apapun di bidangnya itu, dibandingkan sama Satria yang udah punya banyak pengalaman.” Kata Sherly pada teman satu gank-nya. Tak mau kalah, Grace ingin mengompori Sherly yang sedang cemburu, “Tau nggak sih, katanya sih ya, hasil kerja mereka harus diserahkan ke ketua hari ini juga. Hmm, gimana kalau kita kerjain Lisa?”. Setelah mendengar kata-kata dari Grace, Sherly terlihat bingung depan apa yang dimaksud oleh temannya itu. Grace langsung membisikkan sesuatu ke telinga Sherly.
            Mereka langsung menuju ke kelas Lisa, beruntung pada jam pelajaran tersebut kelas Lisa kosong, berbeda dengan Grace dan Sherly yang sudah terbiasa untuk kabur dari jam pelajaran. Grace menunggu di depan pintu kelas untuk berjaga-jaga, sementara itu Sherly menuju ke deretan bangku Lisa. Ia mencari-cari sesuatu di dalam tas Lisa berharap menemukan sesuatu. Tak berapa lama, ia menemukan flashdisk Lisa yang di dalamnya terdapat data hasil ketikannya semalaman. Dengan sigapnya, barang-barang Lisa yang sebelumnya berantakan karena ulah Sherly, kembali ia rapikan seperti sebelumnya agar tidak menimbulkan kecurigaan. Sherly dan Grace langsung meninggalkan kelas Lisa sambil membawa flashdisk tersebut.
            Sepulang sekolah Lisa berniat untuk bertemu dengan Satria. Namun, flashdisknya hilang entah kemana. Segera ia keluarkan semua isi tasnya, namun hasilnya tetap nihil. Tiba-tiba dari kejauhan, Satria datang menuju ke arah Lisa.
            “Bagaimana? Sudah selesai kan? Boleh ku lihat?” tanya Satria pada Lisa.
            “Um… Maaf, Sat. Jujur sebenarnya aku sudah menyelesaikannya, dan aku ingat kalau datanya sudah kubawa ke sekolah, tapi entah kemana sekarang.” Jelas Lisa.
            “Kamu punya back up nya? Gawat saja, kalau ini sampai hilang. Perlu dimulai dari awal lagi.” Tanya Satria lagi.
            “Nggak, Sat. Maaf. Aku nggak punya pikiran untuk menggandakan datanya.” Pelan-pelan, pipi Lisa mulai basah oleh air matanya. Ia merasa tidak enak dengan Satria yang selama ini sudah membantunya membuat datanya.
            “Kamu gimana sih, Lis? Kok bisa? Terus mau gimana ini? Kamu mau tanggungjawab? Aku udah ngasih kepercayaan besar ke kamu, tapi ternyata apa yang dikatakan oleh teman-teman bahwa kamu memang ceroboh ternyata benar.” Kali ini Satria tidak dapat menahan marahnya. Ia langsung meninggalkan Lisa di tempat itu juga.

*****

Lisa kembali ke kelas dengan mata sembabnya. Ia masih tak menyangka bahwa hasil kerjanya selama ini lenyap entah kemana. Namun ia yakin bahwa ia tidak meninggalkan itu apalagi menjatuhkannya.
Sementara itu, ketua panitia yang ternyata telah mengetahui masalah ini setelah diberitahu oleh Satria marah besar kepada Lisa. Namun mau bagaimana lagi, acara tetap berjalan pada waktunya.
            Selama acara berlangsung, Lisa maupun Satria sama sekali bercakap-cakap seperti biasanya. Hal ini benar-benar membuat Lisa pusing tidak karuan. Ia menyadari bahwa dirinya memang ceroboh sebagai manusia. Tak hanya masalah data yang hilang, teman-temannya yang dulunya berteman baik dengannya, kini mulai menjauh darinya. Lisa merasa tidak nyaman dengan ini semua, hingga akhirnya ia memutuskan untuk keluar dari sekolah itu.
            Setelah berkonsultasi dengan orang tuanya dan pihak sekolah, akhirnya Lisa mengundurkan diri dari sekolah tersebut. Meskipun pada awalnya kedua orang tua maupun pihak sekolah tetap meminta Lisa untuk tetap melanjutkan pendidikannya di sekolah tersebut.
           
*****

            Hampir 2 minggu Lisa berada di Australia. Kedua orang tuanya memintanya untuk sementara tinggal disana agar Lisa dapat hidup mandiri. Di Australia, Lisa tetap menempuh pendidikan di salah satu sekolah menengah. Di negara inilah, bakat Lisa mulai terasah. Setiap ada waktu luang, ia sering menggambar suatu gambar entah apa namanya. Namun, berkat gambaran abstraknya lah, ia dikontrak oleh seseorang penggemar seni yang tidak sengaja melihat Lisa sedang menggambar itu.
            Kini, Lisa dapat hidup mandiri dan dapat mempunyai penghasilan sendiri untuk keperluan dirinya sekolah disana, hidup disana, maupun sebagian yang dikirimkan untuk kedua orang tuanya di Indonesia.

*****

            Dua tahun kemudian Lisa kembali ke Indonesia karena di sekolahnya sedang mengadakan libur panjang, sehingga ia memutuskan untuk kembali pulang ke Indonesia. Saat sedang mengelilingi kota Jakarta, ia tidak sengaja bertemu dengan Satria. Kini, Satria mengenali dirinya dengan jelas.
            “Lisa? Sudah lama nggak ketemu. Bagaimana kabarmu? Ku dengar sekarang kamu sudah sukses di usia mudamu ya? Hahaha, kecil-kecil sudah menjadi ahli desain grafis di negeri orang.” Seperti dulu, masih dengan senyum tipisnya ia memberikan pertanyaan yang berderet kepada Lisa sambil sesekali mengusap gemas kepalanya seperti orang yang sudah lama tidak bertemu.
            “Eh, Sat. Baik kok. Bisa aja deh.” Lisa masih kaku ketika bertemu dengan Satria. Ia masih mengingat kenangan buruknya dengan Satria 2 tahun yang lalu.
            Percakapan singkat yang terjadi siang itu membuat mereka kembali akrab seperti dahulu. Mereka saling bertukar cerita satu sama lain. Lisa menceritakan pengalamannya selama tinggal di Australia sehingga menjadi ahli desain grafis muda. Sementara itu, Satria menceritakan kisah-kisah yang terjadi di sekolah selama Lisa tidak ada.
            “Lis. Emm, aku minta maaf dulu pernah marah berlebihan padamu. Aku tahu siapa pelakunya. Aku pun juga ikut salah, kenapa aku tidak ada pemikiran untuk menggandakan datanya. Waktu itu aku hanya memikirkan diriku sendiri.” Dengan pelan Satria menjelaskan apa yang terjadi sesungguhnya dua tahun yang lalu. Ternyata rekaman CCTV di kelas Lisa menjadi saksi bisu kejadian tersebut. Pihak sekolah mengusut masalah Lisa ini di dalam lingkungan internal. Dan kini, masalah itu sudah terselesaikan.
            “Iya, aku juga minta maaf udah mengecewakan kepercayaanmu. Sherly dan Grace yang melakukannya? Ah, sudahlah. Biarkan saja. Aku sudah memaafkannya.” Jawab Lisa pada Satria.
            Setelah berbincang-bincang lama mengenai masalah yang terjadi pada waktu itu, mereka memutuskan untuk kembali ke rumah masing-masing.
            “Lis, mulai saat ini kita berteman lagi seperti dulu ya. Jarang-jarang ada orang yang seperti kamu. Kalau bahasa gaulnya itu kamu ‘limited edition’ hahaha” kata Satria sambil tertawa.
            “Oke oke. Jarang-jarang juga ada orang kayak kamu yang super baik, pintar, dan yang pasti …………” kalimat Lisa terhenti. “Ah, ya sudahlah.”
            Mereka masih tersenyum lebar setelah percakapan yang terjadi selama hari itu. Lisa pulang dahulu menaiki taksi yang lewat di kawasan tersebut. Sementara itu, Satria juga pulang menaiki motor pribadinya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar